
“NU lahir untuk Indonesia. Andai tidak ada NU mungkin Indonesia tidak ada.” Seperti itulah lebih kurang kalimat yang diucapkan Menkopolhukam, Jend. TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan ketika memberi pengarahan pada silaturrahim dengan ulama pesantren, Rabu, 16 Maret 2016, di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Pak Luhut yang beragama Kristen Protestan begitu mengagumi Nahdlatul Ulama, terutama dalam perannya memperjuangkan dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mata Pak Luhut tampak berkaca-kaca ketika mengucap, “Di sini tempat lahir tokoh sentral Nahdlatul Ulama, KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang yang memiliki jiwa visioner. Tak terbayangkan oleh kita bagaimana mungkin pada tahun 1934 beliau sudah mampu memotret masa depan bangsa dengan menciptakan lagu cinta tanah air.”
Perlu diketahui bahwa KH Abdul Wahab Hasbullah adalah pencipta lagu berbahasa Arab, “Hubbul Wathon”, yang kalau diterjemahkan menjadi: “Pusaka hati wahai tanah airku. Cintamu dalam imanku. Jangan halangkan nasibmu. Bangkitlah hai bangsaku. Indonesia negeriku. Engkau panji martabatku. Siapa datang mengancammu. Kan binasa di bawah dulimu”.
Pak Luhut juga tampak manggut-manggut ketika mendengar KH Abdul Mujib Imron, SH MHum., yang biasa disapa Gus Mujib, membacakan Pernyataan Ulama Pesantren dalam menyikapi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Luhut sangat serius ketika Gus Mujib mengatakan bahwa ulama NU sangat paham kewajiban bela negara, “Induk organisasi kami adalah PBNU. “P” artinya Pancasila. “B” Bhineka Tunggal Ika. “N” Negara Kesatuan Republik Indonesia. “U” Undang-Undang Dasar 1945″.
Keseriusan Pak Luhut mungkin karena selama ini yang beliau dengar bahwa kepanjangan dari singkatan PBNU hanyalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Luhut kemudian memeluk Gus Mujib saat beliau selesai membacakan pernyataan. Semoga NU semakin jaya dan sanggup menjadi tiang penyangga bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Amin.
Menkopolhukam mengadakan kunjungan kerja ke Jombang sekaligus bersilaturahim ke sejumlah pesantren. Tujuan pertama adalah Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum, kemudian Pesantren Mamba’ul Ma’arif serta Tebuireng. (Faiz/Fi’li)